Selamat Datang Teman ^_^

Terimakasih sudah mengunjungi blok ini,.. Blok ini khusus buat kamu2 yang cinta akan dunia kesehatan, selamat membaca ya,.. semoga bermanfaat,..

Minggu, 18 November 2012

Early Detection For Suicide and Aggresiveness and Drugs for Psyciatric Emergencies


Oleh : Cut Regia Heldayana
Bismillahirrahmanirrahim 
SUICIDE
                Menurut Shneidman, Suicide didefinisikan sebagai perilaku sadar yang ditandai dengan anhilasi dan multidimensional malaise yang dipersepsikan sebagai langkah paling tepat yang diambil oleh pasien. Suicide adalah kedaruratan primer bagi tenaga kesehatan mental dimana dapat mengakibatkan keadaan medis fatal jika tidak didiagnosis dengan baik.
                Epidemilogi sucide di amerika serikat lumayan tinggi. Tercatat sebanyak 30.000 orang di US dan 1 juta orang didunia meninggal karena kasus suicide; 650.000 orang di US menerima pengangan UGD karena kasus Suicide. Insidensi suicide meningkat 4 hingga 10 kali pada orang dewasa yang memiliki senjata. Di US, laki-llaki yang mengalami suicide kebanyakan dikarenakan oleh senjata, sedang pada wanita di akibatkan oleh keracunan.
                Walaupun kasus Suicide tidak mungkin dapat diprediksi dengan baik, namun beberapa petunjuk dapat terlihat dan dijadikan oleh tenaga kesehatan sebagai upaya untuk dapat menurunkan resiko Suicide pada pasien. Suicide merupakan kasus yang sifatnya pribadi dan sensitive. Dokter harus mampu memberikan kenyamanan bagi pasien sehingga pasien percaya pada dokter tersebut dan besedia menceritakan alasannya melakukan Suicide dengan jelas dan jujur.
                Ada beberapa hal yang dapat digunakan sebagai informasi guna mendeteksi awal kasus Suicide. Hal yang dapat dilakukan untuk mendeteksi awal Suice adalah pertama lakukan penilaian factor resiko tercetusnya ide Suicide. Factor resiko kasus suicide antara lain adalah adanya gangguan mental, putus asa dan impulsivity (keinginan yang haus dipenuhi berulang-ulang),  riwayat percobaan mmelakukan suicide sebelumnya yang terselamatkan, umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan, pekerjaan, kesehatan, pengalaman masa kecil kurang menyenangkan, riwayat keluarga dan genetic, konsummsi obat anidepresan dan lain-lain.
                Gangguan mental merupakan salah satu hal yang paling sering mengakibakan kejadian suicide. Hampir 95% pasien yang melakukan suicide didiagnosis mempunyai gangguan mental. Gangguan mental yang berhubungan dengan kejadian suicide  terbagi menjadi beberapa macam. Gangguan depresi mengakibatkan suicide sebanyak 80%, schizophrenia sebanyak 10% dan dementia atau delirium sebanyak 10%.
                Sebanyak 15% pasien dengan mood disorder melakukan suicide dan sebanyak 40-70% pasien suicide memiliki gangguan mood disorder. 19-24% pasien suicide memiliki riwayat suicide sebelumnya dan 10%  orang yang mencoba suicide akan mencoba suicide kembali dalam waktu 10 tahun.
                Keputus asaan yang menetap adalah gejala lain dari depresi. Keputus asaan dapat mengakibatkan penurunan percaya diri, perasaan kesepian, interpersonal lose dan suicide. Impulsif merupakan keadaan dimana seseorang bersikeras semua keinginannya harus terpenuhi tanpa terkecuali. Kombinasi keadaan keputus asaan, impulsive, dan disinhibisi obat erlarang dapat mengakibatkan suicide.
                Riwayat suicide sebelumnya dapat mengakibatkan seseorang memiliki keinginnan untuk kembali melakukan suicide sebanyak 5 hingga 6 kali dengan metode atau cara suicide yang lain. 50% pasien seperti ini berhasil suicide dengan cara suicide yang lain.
                Pria lebih sering memiliki ide suicide 4 kali lipat daripada wanita. Cara suicide yang umum digunakan oleh pria adalah menggunakan senjata api, gantung diri atau melompat dari tempat yang tinggi. Sedangkan wanita lebih memilih untuk meminum racun atau overdosis obat2an psikoaktif. Bagi orangdewasa, metode suicide yang paling sering digunakan adalah menggunakan senjata api. Sedangkan bagi semua umur, metode yang umum diguknakan untuk suicide adalah gantung diri.
                Kejadian suicide meningkat seiring dengan pertambahan umur dan permasalahan kehidupan. Pada pria, umur puncak melakukan suicide adalah pada uumur 45 tahun sedang pada wanita adalah pada umur 55 tahun. Berdasarkan ras, ternyata 2 dari 3 suiciders adalah pria berkulit putih.
                Kasus suicide yang dikarenakan oleh status pernikahan sangat bervariasi. Kejadian suicide tertinggi adalah pada orang yang tidak pernah menikah, diikiuti oelh orang dengan status pernikahan sebagai janda, berpisah atau cerai lalu orang yang menikah namun tidak dikaruniai anak dan terakhir status pernikahan yang dikaruniai anakpun dapat mencetuskan suicide. Walau bagaimanapun kondisi keluarga, hidup sendiri pasti meningkatkan resiko suicide yg lebih besar.
                Kondisi pekerjaan juga menjadi actor resiko tinggi kejadian suicide. Resiko suicide lebih tinggi pada pengangguran dari pada orang yang memiliki pekerjaan. Orang yang memiliki status social tinggi memiliki resiko suicie, namun orang yang berstatus social rendah juga akan meningkatkan factor resiko suicide. Pada orang dengan penyakit kronis yang menahun, terjadi peningkatan kejadian suicide.
                Pengalaman tidak menyenangkan pada mamsa kecil akan meningkatkan resiko suicide. Adanya riwayat keluarga yang melakukan suicide dapat dihubungkan dengan factor genetik (first-degree) dimana pada keluarga yang seperti ini, resiko suicide meningkat sebanyak 6 kali lipat.
                Resiko suicide meningkat pada orang yang memiliki akses menggunakan senjata, terutama pistol. Resiko lainnya adalah orang yang hidup sendiri, kehilangna orang yang dicintai dan memiliki pengalaman gagal dalam menjalin hubungan dalam 1 tahun.
                Penggunaan obat2an Antidepressant seperti tricyclic antidepressants dan monoamine oxidase inhibitors dapat berakibat lethal jika digunakan dalam dosis tinggi. Obat2an macam ini harus dihindari bagi pasien yang mengalami depresi dan memilki keinginan untuk  bunuh diri.
                Etiologi Suicide dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
1. Faktor Biologis : terjadi karena kekkurangan serotonin. Hal yang mengakibatkan turunnya kadar serotonin adalah rendahnya kadar asam amino tryptophan yang akan digunakan sebagai  Tryptophan hydroxylase (TPH) untuk biosintesis serotonin menjadi %-HIAA. Ide suicide diatur oleh Amygdala ,VMPFC (ventromedial prefrontal cortex) dan OFC (orbitofrontal cortex). Ketiga area diotak ini diatur oleh 5-HIAA. Penurunan kadar 5-HIAA di cairan cerebrospinal dapat memicu amigdala sehingga meningkatkan reaksi emosional dan pusat prefrontal menjadi lemah sehingga fungsi untuk mengambil keputusan an berfikir logis menurun jadi resiko suicidepun meningkat.perlu diketahi, ddaerah yang mengalami kekeringan seperti diAfrika, itu As. Amino Triptophannya sedikit, jadi resiko suicide disana juga bisa banyak.
                Cara mengetahui seseorang memiliki keinginan untuk suicide dapat diketahui melalui tanda-tanda beriut : seseorang tersebut merencanakan suicide dengan serius atau bahkan merahasiakannya. Terkadang mengatakan hal bahwa dia ingin bunuh diri pada orang sekitarnya, memiliki sifat pesimis untuk masa depannya, depresi, memunyai beban permasalahan yang besar, kurang dukungan dari orang sekitar, peminum alkohol, memiliki penyakit kronis, umur tua, dan memiliki riwayat percobaan suicide sebelumnya.
                Ada 4 tanda untuk mendeteksi apakah seseorang akan melakukan suicide atau tidak.
1. Tanda Fisik : perilaku berubah secara drastis, cara berpakaian jadi berubah stylenya, diketahui memiliki penyakit kronis. Selain itu mengalami peningkatan atau penurunan berat badan yag drastic juga merupakan tanda fisik yang harus diwaspadai pada orang yang mungkin melakukan suicide.
2.Tanda Emosional : putus asa, selalu tidak bahagia dan tidak menghargai hubungan, mood depresi dan kurang perhatian kekeadaan sekitar, cemas, irritable, agitasi, menghindar dari social, tidak berfikir secara rasional, dan berfikir negate serta melakukan hal buruk untuk dirinya sendiri.
3. Tanda Perilaku : membuat surat atau puisi tentang kematian, mengumpulkan pil atau senjata, sebelumnya melakukan percobaan suicide, penurunan aktivitas sekolah, terisolasi, tidak tertarik dengan hobinya lagi, penyalah gunaan obat dan minum alkohol, menarik diri dari masyarakat, perubahan pola tidur dan melakukan sex premarital
4. Atensi              : orang dengan resiko suicide kurang perhatian dengan keadaan sekelilingnya lagi. pasien seperti ini akan sangat sensitive dan  gampang merasa tersudut. Maka jangan memberikan kritik atau pernyataan tanpa memahami betul kondisi pasien. Pernyataan yang salah akan mengakibatkan depresi dan putus asa.
                Penanganan Suicide dibagi menjadi 3 tahap yaitu
1. menurunkan resiko kegawatan : pastikan pasien tidak berada dalam konndisi bahaya, jika diperlukan pasien harus di rawat inap. Pasien harus ditemani dengan kerabat dekatnya, dan pastikan semua alat yang berbahaya di hindari dari pasien. Rujuk ke psikiater dan lakukan monitoring hingga kondisi membaik.
2. menangani factor resiko :   factor resiko yang mengakibatkan pasien melakukan suicide bermacam-macam, bisa dikarenakan gangguan ental, status pernikahan, kondisi pekerjaan dan lain-lain. Untuk menangani factor resiko yang melatar belakangi kejadian suicide ini dapat dilakukan terapi konseling, keagamaan, dan dukungan dari keluarga. Dapat dikombinasikan dengan CBT (Cognitive Behaviour Therapy).  Pennangan depresi dapat diberikan antidepressant SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) seperti Fluoxetine dan Duloxetine. Penanganan schizophrenia adalah dengan Clozapin dan gangguan Bipolar dengan Lithium. ECT (electroconvulsive therapy)direkommendasikan bagi pasien dengan depresi mayor yang  tidak respon terhadap terapi oabt, memiliki gejala psikosis parah atau suicidal tinggi.
3. Monitoring dan Evaluasi          
AGGRESSION
                Perilaku agresi diasumsikan sebagai aksi membahayakan orang lain. Berdasarkan epidemiloginya, egresi ini terjadi sebanyak 1,5 juta setiap tahunnya di Amerika Serikat dan lebih banyak didaerah metropolitan daripada di daerah rural.
Etiologi Agresi
1. Faktor Psikologis:
- perilaku instinktif berdasarkan teori Freud yang mengataka bahwa agresi adalah reaksi yang ditimbulkan karena terhambatnya imbuls libido.
2. Faktor Sosial :
-Frustasi
-Media Violence : media dapat mempengaruhi perilaku seseorang denagan cara modeling, disinhibisi, desensitisasi, dan arousal agreeive feeling. Contoh desensitisasi misalnya dari kesil suka nonton film kekerasan, maka akan mempengaruhi perikau anak tersebut hingga dewasa menjai orang yang tidak sensitive dan biasa melakukan kekerasan.
- pengaruh lingkungan
3. Faktor Genetik :
- Orang yang kembar monozigot memiliki resiko agresi lebih tinggi
- Pedigree studie : yaitu studi yang melihat atas dasar riwayat keluarga yang memiliki pengalaman sgresi sebelumnya, maka erat kaitannya keturunannya juga memiliki sifat agresi.
- Pengaruh kromosom : abnormalitas pada kromosom X dan Y. misalnya pada pasien sindrom 47 kromosom XYY menunjukkan gejala prilaku criminal.
4. Faktor Biologis
- Kerusakan Neuroanatomis seperti kerukan cortex prefrontal
- Peningkatan neurotransmitter cathecolamine.
Penanganan Agresi
                Pada keadaan kegawat daruratan langsung Injeksi Benzodiazepine, antipsikotik konvensional seperti Haloperidol i.m atau Risperidon i.m sedang apada keadaan tidak gawat darurat beri Serotonin dopamine antagonis. Lithium digunakan pada kasus kenakalan pada remaja, anticonvulsant diberikan untuk menurunkan agresi dan kejang, antidepresan diberikan bagi pasien agresi dengan gangguan depresi, antriandronergik diberikan untum pasien agresif dengan gangguan seksual, β –blocker and stimulant diberikan untuk pasien agresif pada anak.
Pencegahan dan Kontrol
                Upaya pencegahan dan pengontrolan harus dilakukan pada level individual. Harus ada kerja sama yang baik antara psikiater dan terapis lainnya dalam melakukan tindakan pencegaan dan pengontrolan ini. diperlukan juga kerjasama dengan pakar hokum untuk membatasi paparan media televise dan film serta game computer untuk menurunkan tindakan kekerasan yang diadaptasi dari sumber tersebut. Lebih mengutamakan usaha untuk saling mendukung melakukan hal n=baik dan menyelesaikan pemasalahan secara bersama, dan menghindari penggunaan punishment bagi yang bersalah karena hanya bersifat sementara bahkan akan menigkatkan resiko agresi. Selain itu bagi pasien  yang tidak mampu berinteraksi baik dengan lingkungan masyarakat, maka dapat dilakukan training untuk mengasah kemampuan berkomunikasi dengan baik. Dan terakhir ajarkan pada pelaku agresi untuk dapat bersikap empati dan lingkungan juga harus berempati kepadanya.







Early Detection For Suicide and Aggresiveness and Drugs for Psyciatric Emergencies


Oleh : Cut Regia Heldayana
Bismillahirrahmanirrahim 
SUICIDE
                Menurut Shneidman, Suicide didefinisikan sebagai perilaku sadar yang ditandai dengan anhilasi dan multidimensional malaise yang dipersepsikan sebagai langkah paling tepat yang diambil oleh pasien. Suicide adalah kedaruratan primer bagi tenaga kesehatan mental dimana dapat mengakibatkan keadaan medis fatal jika tidak didiagnosis dengan baik.
                Epidemilogi sucide di amerika serikat lumayan tinggi. Tercatat sebanyak 30.000 orang di US dan 1 juta orang didunia meninggal karena kasus suicide; 650.000 orang di US menerima pengangan UGD karena kasus Suicide. Insidensi suicide meningkat 4 hingga 10 kali pada orang dewasa yang memiliki senjata. Di US, laki-llaki yang mengalami suicide kebanyakan dikarenakan oleh senjata, sedang pada wanita di akibatkan oleh keracunan.
                Walaupun kasus Suicide tidak mungkin dapat diprediksi dengan baik, namun beberapa petunjuk dapat terlihat dan dijadikan oleh tenaga kesehatan sebagai upaya untuk dapat menurunkan resiko Suicide pada pasien. Suicide merupakan kasus yang sifatnya pribadi dan sensitive. Dokter harus mampu memberikan kenyamanan bagi pasien sehingga pasien percaya pada dokter tersebut dan besedia menceritakan alasannya melakukan Suicide dengan jelas dan jujur.
                Ada beberapa hal yang dapat digunakan sebagai informasi guna mendeteksi awal kasus Suicide. Hal yang dapat dilakukan untuk mendeteksi awal Suice adalah pertama lakukan penilaian factor resiko tercetusnya ide Suicide. Factor resiko kasus suicide antara lain adalah adanya gangguan mental, putus asa dan impulsivity (keinginan yang haus dipenuhi berulang-ulang),  riwayat percobaan mmelakukan suicide sebelumnya yang terselamatkan, umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan, pekerjaan, kesehatan, pengalaman masa kecil kurang menyenangkan, riwayat keluarga dan genetic, konsummsi obat anidepresan dan lain-lain.
                Gangguan mental merupakan salah satu hal yang paling sering mengakibakan kejadian suicide. Hampir 95% pasien yang melakukan suicide didiagnosis mempunyai gangguan mental. Gangguan mental yang berhubungan dengan kejadian suicide  terbagi menjadi beberapa macam. Gangguan depresi mengakibatkan suicide sebanyak 80%, schizophrenia sebanyak 10% dan dementia atau delirium sebanyak 10%.
                Sebanyak 15% pasien dengan mood disorder melakukan suicide dan sebanyak 40-70% pasien suicide memiliki gangguan mood disorder. 19-24% pasien suicide memiliki riwayat suicide sebelumnya dan 10%  orang yang mencoba suicide akan mencoba suicide kembali dalam waktu 10 tahun.
                Keputus asaan yang menetap adalah gejala lain dari depresi. Keputus asaan dapat mengakibatkan penurunan percaya diri, perasaan kesepian, interpersonal lose dan suicide. Impulsif merupakan keadaan dimana seseorang bersikeras semua keinginannya harus terpenuhi tanpa terkecuali. Kombinasi keadaan keputus asaan, impulsive, dan disinhibisi obat erlarang dapat mengakibatkan suicide.
                Riwayat suicide sebelumnya dapat mengakibatkan seseorang memiliki keinginnan untuk kembali melakukan suicide sebanyak 5 hingga 6 kali dengan metode atau cara suicide yang lain. 50% pasien seperti ini berhasil suicide dengan cara suicide yang lain.
                Pria lebih sering memiliki ide suicide 4 kali lipat daripada wanita. Cara suicide yang umum digunakan oleh pria adalah menggunakan senjata api, gantung diri atau melompat dari tempat yang tinggi. Sedangkan wanita lebih memilih untuk meminum racun atau overdosis obat2an psikoaktif. Bagi orangdewasa, metode suicide yang paling sering digunakan adalah menggunakan senjata api. Sedangkan bagi semua umur, metode yang umum diguknakan untuk suicide adalah gantung diri.
                Kejadian suicide meningkat seiring dengan pertambahan umur dan permasalahan kehidupan. Pada pria, umur puncak melakukan suicide adalah pada uumur 45 tahun sedang pada wanita adalah pada umur 55 tahun. Berdasarkan ras, ternyata 2 dari 3 suiciders adalah pria berkulit putih.
                Kasus suicide yang dikarenakan oleh status pernikahan sangat bervariasi. Kejadian suicide tertinggi adalah pada orang yang tidak pernah menikah, diikiuti oelh orang dengan status pernikahan sebagai janda, berpisah atau cerai lalu orang yang menikah namun tidak dikaruniai anak dan terakhir status pernikahan yang dikaruniai anakpun dapat mencetuskan suicide. Walau bagaimanapun kondisi keluarga, hidup sendiri pasti meningkatkan resiko suicide yg lebih besar.
                Kondisi pekerjaan juga menjadi actor resiko tinggi kejadian suicide. Resiko suicide lebih tinggi pada pengangguran dari pada orang yang memiliki pekerjaan. Orang yang memiliki status social tinggi memiliki resiko suicie, namun orang yang berstatus social rendah juga akan meningkatkan factor resiko suicide. Pada orang dengan penyakit kronis yang menahun, terjadi peningkatan kejadian suicide.
                Pengalaman tidak menyenangkan pada mamsa kecil akan meningkatkan resiko suicide. Adanya riwayat keluarga yang melakukan suicide dapat dihubungkan dengan factor genetik (first-degree) dimana pada keluarga yang seperti ini, resiko suicide meningkat sebanyak 6 kali lipat.
                Resiko suicide meningkat pada orang yang memiliki akses menggunakan senjata, terutama pistol. Resiko lainnya adalah orang yang hidup sendiri, kehilangna orang yang dicintai dan memiliki pengalaman gagal dalam menjalin hubungan dalam 1 tahun.
                Penggunaan obat2an Antidepressant seperti tricyclic antidepressants dan monoamine oxidase inhibitors dapat berakibat lethal jika digunakan dalam dosis tinggi. Obat2an macam ini harus dihindari bagi pasien yang mengalami depresi dan memilki keinginan untuk  bunuh diri.
                Etiologi Suicide dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
1. Faktor Biologis : terjadi karena kekkurangan serotonin. Hal yang mengakibatkan turunnya kadar serotonin adalah rendahnya kadar asam amino tryptophan yang akan digunakan sebagai  Tryptophan hydroxylase (TPH) untuk biosintesis serotonin menjadi %-HIAA. Ide suicide diatur oleh Amygdala ,VMPFC (ventromedial prefrontal cortex) dan OFC (orbitofrontal cortex). Ketiga area diotak ini diatur oleh 5-HIAA. Penurunan kadar 5-HIAA di cairan cerebrospinal dapat memicu amigdala sehingga meningkatkan reaksi emosional dan pusat prefrontal menjadi lemah sehingga fungsi untuk mengambil keputusan an berfikir logis menurun jadi resiko suicidepun meningkat.perlu diketahi, ddaerah yang mengalami kekeringan seperti diAfrika, itu As. Amino Triptophannya sedikit, jadi resiko suicide disana juga bisa banyak.
                Cara mengetahui seseorang memiliki keinginan untuk suicide dapat diketahui melalui tanda-tanda beriut : seseorang tersebut merencanakan suicide dengan serius atau bahkan merahasiakannya. Terkadang mengatakan hal bahwa dia ingin bunuh diri pada orang sekitarnya, memiliki sifat pesimis untuk masa depannya, depresi, memunyai beban permasalahan yang besar, kurang dukungan dari orang sekitar, peminum alkohol, memiliki penyakit kronis, umur tua, dan memiliki riwayat percobaan suicide sebelumnya.
                Ada 4 tanda untuk mendeteksi apakah seseorang akan melakukan suicide atau tidak.
1. Tanda Fisik : perilaku berubah secara drastis, cara berpakaian jadi berubah stylenya, diketahui memiliki penyakit kronis. Selain itu mengalami peningkatan atau penurunan berat badan yag drastic juga merupakan tanda fisik yang harus diwaspadai pada orang yang mungkin melakukan suicide.
2.Tanda Emosional : putus asa, selalu tidak bahagia dan tidak menghargai hubungan, mood depresi dan kurang perhatian kekeadaan sekitar, cemas, irritable, agitasi, menghindar dari social, tidak berfikir secara rasional, dan berfikir negate serta melakukan hal buruk untuk dirinya sendiri.
3. Tanda Perilaku : membuat surat atau puisi tentang kematian, mengumpulkan pil atau senjata, sebelumnya melakukan percobaan suicide, penurunan aktivitas sekolah, terisolasi, tidak tertarik dengan hobinya lagi, penyalah gunaan obat dan minum alkohol, menarik diri dari masyarakat, perubahan pola tidur dan melakukan sex premarital
4. Atensi              : orang dengan resiko suicide kurang perhatian dengan keadaan sekelilingnya lagi. pasien seperti ini akan sangat sensitive dan  gampang merasa tersudut. Maka jangan memberikan kritik atau pernyataan tanpa memahami betul kondisi pasien. Pernyataan yang salah akan mengakibatkan depresi dan putus asa.
                Penanganan Suicide dibagi menjadi 3 tahap yaitu
1. menurunkan resiko kegawatan : pastikan pasien tidak berada dalam konndisi bahaya, jika diperlukan pasien harus di rawat inap. Pasien harus ditemani dengan kerabat dekatnya, dan pastikan semua alat yang berbahaya di hindari dari pasien. Rujuk ke psikiater dan lakukan monitoring hingga kondisi membaik.
2. menangani factor resiko :   factor resiko yang mengakibatkan pasien melakukan suicide bermacam-macam, bisa dikarenakan gangguan ental, status pernikahan, kondisi pekerjaan dan lain-lain. Untuk menangani factor resiko yang melatar belakangi kejadian suicide ini dapat dilakukan terapi konseling, keagamaan, dan dukungan dari keluarga. Dapat dikombinasikan dengan CBT (Cognitive Behaviour Therapy).  Pennangan depresi dapat diberikan antidepressant SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) seperti Fluoxetine dan Duloxetine. Penanganan schizophrenia adalah dengan Clozapin dan gangguan Bipolar dengan Lithium. ECT (electroconvulsive therapy)direkommendasikan bagi pasien dengan depresi mayor yang  tidak respon terhadap terapi oabt, memiliki gejala psikosis parah atau suicidal tinggi.
3. Monitoring dan Evaluasi          
AGGRESSION
                Perilaku agresi diasumsikan sebagai aksi membahayakan orang lain. Berdasarkan epidemiloginya, egresi ini terjadi sebanyak 1,5 juta setiap tahunnya di Amerika Serikat dan lebih banyak didaerah metropolitan daripada di daerah rural.
Etiologi Agresi
1. Faktor Psikologis:
- perilaku instinktif berdasarkan teori Freud yang mengataka bahwa agresi adalah reaksi yang ditimbulkan karena terhambatnya imbuls libido.
2. Faktor Sosial :
-Frustasi
-Media Violence : media dapat mempengaruhi perilaku seseorang denagan cara modeling, disinhibisi, desensitisasi, dan arousal agreeive feeling. Contoh desensitisasi misalnya dari kesil suka nonton film kekerasan, maka akan mempengaruhi perikau anak tersebut hingga dewasa menjai orang yang tidak sensitive dan biasa melakukan kekerasan.
- pengaruh lingkungan
3. Faktor Genetik :
- Orang yang kembar monozigot memiliki resiko agresi lebih tinggi
- Pedigree studie : yaitu studi yang melihat atas dasar riwayat keluarga yang memiliki pengalaman sgresi sebelumnya, maka erat kaitannya keturunannya juga memiliki sifat agresi.
- Pengaruh kromosom : abnormalitas pada kromosom X dan Y. misalnya pada pasien sindrom 47 kromosom XYY menunjukkan gejala prilaku criminal.
4. Faktor Biologis
- Kerusakan Neuroanatomis seperti kerukan cortex prefrontal
- Peningkatan neurotransmitter cathecolamine.
Penanganan Agresi
                Pada keadaan kegawat daruratan langsung Injeksi Benzodiazepine, antipsikotik konvensional seperti Haloperidol i.m atau Risperidon i.m sedang apada keadaan tidak gawat darurat beri Serotonin dopamine antagonis. Lithium digunakan pada kasus kenakalan pada remaja, anticonvulsant diberikan untuk menurunkan agresi dan kejang, antidepresan diberikan bagi pasien agresi dengan gangguan depresi, antriandronergik diberikan untum pasien agresif dengan gangguan seksual, β –blocker and stimulant diberikan untuk pasien agresif pada anak.
Pencegahan dan Kontrol
                Upaya pencegahan dan pengontrolan harus dilakukan pada level individual. Harus ada kerja sama yang baik antara psikiater dan terapis lainnya dalam melakukan tindakan pencegaan dan pengontrolan ini. diperlukan juga kerjasama dengan pakar hokum untuk membatasi paparan media televise dan film serta game computer untuk menurunkan tindakan kekerasan yang diadaptasi dari sumber tersebut. Lebih mengutamakan usaha untuk saling mendukung melakukan hal n=baik dan menyelesaikan pemasalahan secara bersama, dan menghindari penggunaan punishment bagi yang bersalah karena hanya bersifat sementara bahkan akan menigkatkan resiko agresi. Selain itu bagi pasien  yang tidak mampu berinteraksi baik dengan lingkungan masyarakat, maka dapat dilakukan training untuk mengasah kemampuan berkomunikasi dengan baik. Dan terakhir ajarkan pada pelaku agresi untuk dapat bersikap empati dan lingkungan juga harus berempati kepadanya.