Oleh
: Cut Regia Heldayana
Bismillahirrahmanirrahim
SUICIDE
Menurut Shneidman, Suicide
didefinisikan sebagai perilaku sadar yang ditandai dengan anhilasi dan
multidimensional malaise yang dipersepsikan sebagai langkah paling tepat yang
diambil oleh pasien. Suicide adalah kedaruratan primer bagi tenaga kesehatan mental
dimana dapat mengakibatkan keadaan medis fatal jika tidak didiagnosis dengan
baik.
Epidemilogi sucide di amerika
serikat lumayan tinggi. Tercatat sebanyak 30.000 orang di US dan 1 juta orang
didunia meninggal karena kasus suicide; 650.000 orang di US menerima pengangan
UGD karena kasus Suicide. Insidensi suicide meningkat 4 hingga 10 kali pada
orang dewasa yang memiliki senjata. Di US, laki-llaki yang mengalami suicide
kebanyakan dikarenakan oleh senjata, sedang pada wanita di akibatkan oleh
keracunan.
Walaupun kasus Suicide tidak
mungkin dapat diprediksi dengan baik, namun beberapa petunjuk dapat terlihat
dan dijadikan oleh tenaga kesehatan sebagai upaya untuk dapat menurunkan resiko
Suicide pada pasien. Suicide merupakan kasus yang sifatnya pribadi dan
sensitive. Dokter harus mampu memberikan kenyamanan bagi pasien sehingga pasien
percaya pada dokter tersebut dan besedia menceritakan alasannya melakukan
Suicide dengan jelas dan jujur.
Ada beberapa hal yang dapat
digunakan sebagai informasi guna mendeteksi awal kasus Suicide. Hal yang dapat
dilakukan untuk mendeteksi awal Suice adalah pertama lakukan penilaian factor
resiko tercetusnya ide Suicide. Factor resiko kasus suicide antara lain adalah
adanya gangguan mental, putus asa dan impulsivity (keinginan yang haus dipenuhi
berulang-ulang), riwayat percobaan
mmelakukan suicide sebelumnya yang terselamatkan, umur, jenis kelamin, ras,
status pernikahan, pekerjaan, kesehatan, pengalaman masa kecil kurang menyenangkan,
riwayat keluarga dan genetic, konsummsi obat anidepresan dan lain-lain.
Gangguan mental merupakan salah
satu hal yang paling sering mengakibakan kejadian suicide. Hampir 95% pasien
yang melakukan suicide didiagnosis mempunyai gangguan mental. Gangguan mental
yang berhubungan dengan kejadian suicide
terbagi menjadi beberapa macam. Gangguan depresi mengakibatkan suicide
sebanyak 80%, schizophrenia sebanyak 10% dan dementia atau delirium sebanyak
10%.
Sebanyak 15% pasien dengan mood
disorder melakukan suicide dan sebanyak 40-70% pasien suicide memiliki gangguan
mood disorder. 19-24% pasien suicide memiliki riwayat suicide sebelumnya dan
10% orang yang mencoba suicide akan
mencoba suicide kembali dalam waktu 10 tahun.
Keputus asaan yang menetap
adalah gejala lain dari depresi. Keputus asaan dapat mengakibatkan penurunan
percaya diri, perasaan kesepian, interpersonal lose dan suicide. Impulsif
merupakan keadaan dimana seseorang bersikeras semua keinginannya harus
terpenuhi tanpa terkecuali. Kombinasi keadaan keputus asaan, impulsive, dan disinhibisi
obat erlarang dapat mengakibatkan suicide.
Riwayat suicide sebelumnya dapat
mengakibatkan seseorang memiliki keinginnan untuk kembali melakukan suicide sebanyak
5 hingga 6 kali dengan metode atau cara suicide yang lain. 50% pasien seperti
ini berhasil suicide dengan cara suicide yang lain.
Pria lebih sering memiliki ide
suicide 4 kali lipat daripada wanita. Cara suicide yang umum digunakan oleh
pria adalah menggunakan senjata api, gantung diri atau melompat dari tempat
yang tinggi. Sedangkan wanita lebih memilih untuk meminum racun atau overdosis
obat2an psikoaktif. Bagi orangdewasa, metode suicide yang paling sering
digunakan adalah menggunakan senjata api. Sedangkan bagi semua umur, metode
yang umum diguknakan untuk suicide adalah gantung diri.
Kejadian suicide meningkat
seiring dengan pertambahan umur dan permasalahan kehidupan. Pada pria, umur
puncak melakukan suicide adalah pada uumur 45 tahun sedang pada wanita adalah
pada umur 55 tahun. Berdasarkan ras, ternyata 2 dari 3 suiciders adalah pria
berkulit putih.
Kasus suicide yang dikarenakan
oleh status pernikahan sangat bervariasi. Kejadian suicide tertinggi adalah
pada orang yang tidak pernah menikah, diikiuti oelh orang dengan status
pernikahan sebagai janda, berpisah atau cerai lalu orang yang menikah namun
tidak dikaruniai anak dan terakhir status pernikahan yang dikaruniai anakpun
dapat mencetuskan suicide. Walau bagaimanapun kondisi keluarga, hidup sendiri
pasti meningkatkan resiko suicide yg lebih besar.
Kondisi pekerjaan juga menjadi actor
resiko tinggi kejadian suicide. Resiko suicide lebih tinggi pada pengangguran
dari pada orang yang memiliki pekerjaan. Orang yang memiliki status social
tinggi memiliki resiko suicie, namun orang yang berstatus social rendah juga
akan meningkatkan factor resiko suicide. Pada orang dengan penyakit kronis yang
menahun, terjadi peningkatan kejadian suicide.
Pengalaman tidak menyenangkan
pada mamsa kecil akan meningkatkan resiko suicide. Adanya riwayat keluarga yang
melakukan suicide dapat dihubungkan dengan factor genetik (first-degree) dimana
pada keluarga yang seperti ini, resiko suicide meningkat sebanyak 6 kali lipat.
Resiko suicide meningkat pada
orang yang memiliki akses menggunakan senjata, terutama pistol. Resiko lainnya
adalah orang yang hidup sendiri, kehilangna orang yang dicintai dan memiliki
pengalaman gagal dalam menjalin hubungan dalam 1 tahun.
Penggunaan obat2an
Antidepressant seperti tricyclic antidepressants dan monoamine oxidase inhibitors dapat berakibat lethal jika
digunakan dalam dosis tinggi. Obat2an macam ini harus dihindari bagi pasien
yang mengalami depresi dan memilki keinginan untuk bunuh diri.
Etiologi Suicide dapat
disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
1. Faktor
Biologis : terjadi karena kekkurangan serotonin. Hal yang mengakibatkan
turunnya kadar serotonin adalah rendahnya kadar asam amino tryptophan yang akan
digunakan sebagai Tryptophan hydroxylase
(TPH) untuk biosintesis serotonin menjadi %-HIAA. Ide suicide diatur oleh
Amygdala ,VMPFC (ventromedial prefrontal cortex) dan OFC (orbitofrontal cortex).
Ketiga area diotak ini diatur oleh 5-HIAA. Penurunan kadar 5-HIAA di cairan
cerebrospinal dapat memicu amigdala sehingga meningkatkan reaksi emosional dan
pusat prefrontal menjadi lemah sehingga fungsi untuk mengambil keputusan an
berfikir logis menurun jadi resiko suicidepun meningkat.perlu diketahi, ddaerah
yang mengalami kekeringan seperti diAfrika, itu As. Amino Triptophannya
sedikit, jadi resiko suicide disana juga bisa banyak.
Cara mengetahui seseorang
memiliki keinginan untuk suicide dapat diketahui melalui tanda-tanda beriut : seseorang
tersebut merencanakan suicide dengan serius atau bahkan merahasiakannya.
Terkadang mengatakan hal bahwa dia ingin bunuh diri pada orang sekitarnya,
memiliki sifat pesimis untuk masa depannya, depresi, memunyai beban
permasalahan yang besar, kurang dukungan dari orang sekitar, peminum alkohol,
memiliki penyakit kronis, umur tua, dan memiliki riwayat percobaan suicide
sebelumnya.
Ada 4 tanda untuk mendeteksi
apakah seseorang akan melakukan suicide atau tidak.
1. Tanda Fisik :
perilaku berubah secara drastis, cara berpakaian jadi berubah stylenya,
diketahui memiliki penyakit kronis. Selain itu mengalami peningkatan atau
penurunan berat badan yag drastic juga merupakan tanda fisik yang harus
diwaspadai pada orang yang mungkin melakukan suicide.
2.Tanda
Emosional : putus asa, selalu tidak bahagia dan tidak menghargai hubungan, mood
depresi dan kurang perhatian kekeadaan sekitar, cemas, irritable, agitasi,
menghindar dari social, tidak berfikir secara rasional, dan berfikir negate
serta melakukan hal buruk untuk dirinya sendiri.
3. Tanda
Perilaku : membuat surat atau puisi tentang kematian, mengumpulkan pil atau
senjata, sebelumnya melakukan percobaan suicide, penurunan aktivitas sekolah,
terisolasi, tidak tertarik dengan hobinya lagi, penyalah gunaan obat dan minum
alkohol, menarik diri dari masyarakat, perubahan pola tidur dan melakukan sex
premarital
4. Atensi : orang dengan resiko suicide kurang
perhatian dengan keadaan sekelilingnya lagi. pasien seperti ini akan sangat
sensitive dan gampang merasa tersudut.
Maka jangan memberikan kritik atau pernyataan tanpa memahami betul kondisi
pasien. Pernyataan yang salah akan mengakibatkan depresi dan putus asa.
Penanganan Suicide dibagi
menjadi 3 tahap yaitu
1. menurunkan
resiko kegawatan : pastikan pasien tidak berada dalam konndisi bahaya, jika
diperlukan pasien harus di rawat inap. Pasien harus ditemani dengan kerabat
dekatnya, dan pastikan semua alat yang berbahaya di hindari dari pasien. Rujuk
ke psikiater dan lakukan monitoring hingga kondisi membaik.
2. menangani
factor resiko : factor resiko yang mengakibatkan pasien
melakukan suicide bermacam-macam, bisa dikarenakan gangguan ental, status
pernikahan, kondisi pekerjaan dan lain-lain. Untuk menangani factor resiko yang
melatar belakangi kejadian suicide ini dapat dilakukan terapi konseling,
keagamaan, dan dukungan dari keluarga. Dapat dikombinasikan dengan CBT
(Cognitive Behaviour Therapy). Pennangan
depresi dapat diberikan antidepressant SSRI (Selective Serotonin Re-uptake
Inhibitor) seperti Fluoxetine dan Duloxetine. Penanganan schizophrenia adalah
dengan Clozapin dan gangguan Bipolar dengan Lithium. ECT (electroconvulsive
therapy)direkommendasikan bagi pasien dengan depresi mayor yang tidak respon terhadap terapi oabt, memiliki
gejala psikosis parah atau suicidal tinggi.
3. Monitoring
dan Evaluasi
AGGRESSION
Perilaku agresi diasumsikan
sebagai aksi membahayakan orang lain. Berdasarkan epidemiloginya, egresi ini
terjadi sebanyak 1,5 juta setiap tahunnya di Amerika Serikat dan lebih banyak
didaerah metropolitan daripada di daerah rural.
Etiologi Agresi
1. Faktor
Psikologis:
- perilaku
instinktif berdasarkan teori Freud yang mengataka bahwa agresi adalah reaksi
yang ditimbulkan karena terhambatnya imbuls libido.
2. Faktor Sosial
:
-Frustasi
-Media Violence
: media dapat mempengaruhi perilaku seseorang denagan cara modeling,
disinhibisi, desensitisasi, dan arousal agreeive feeling. Contoh desensitisasi
misalnya dari kesil suka nonton film kekerasan, maka akan mempengaruhi perikau
anak tersebut hingga dewasa menjai orang yang tidak sensitive dan biasa
melakukan kekerasan.
- pengaruh
lingkungan
3. Faktor
Genetik :
- Orang yang
kembar monozigot memiliki resiko agresi lebih tinggi
- Pedigree
studie : yaitu studi yang melihat atas dasar riwayat keluarga yang memiliki
pengalaman sgresi sebelumnya, maka erat kaitannya keturunannya juga memiliki
sifat agresi.
- Pengaruh
kromosom : abnormalitas pada kromosom X dan Y. misalnya pada pasien sindrom 47
kromosom XYY menunjukkan gejala prilaku criminal.
4. Faktor
Biologis
- Kerusakan
Neuroanatomis seperti kerukan cortex prefrontal
- Peningkatan
neurotransmitter cathecolamine.
Penanganan
Agresi
Pada keadaan kegawat daruratan
langsung Injeksi Benzodiazepine, antipsikotik konvensional seperti Haloperidol
i.m atau Risperidon i.m sedang apada keadaan tidak gawat darurat beri Serotonin
dopamine antagonis. Lithium digunakan pada kasus kenakalan pada remaja,
anticonvulsant diberikan untuk menurunkan agresi dan kejang, antidepresan
diberikan bagi pasien agresi dengan gangguan depresi, antriandronergik
diberikan untum pasien agresif dengan gangguan seksual, β –blocker and stimulant diberikan untuk
pasien agresif pada anak.
Pencegahan dan
Kontrol
Upaya pencegahan dan
pengontrolan harus dilakukan pada level individual. Harus ada kerja sama yang
baik antara psikiater dan terapis lainnya dalam melakukan tindakan pencegaan
dan pengontrolan ini. diperlukan juga kerjasama dengan pakar hokum untuk
membatasi paparan media televise dan film serta game computer untuk menurunkan
tindakan kekerasan yang diadaptasi dari sumber tersebut. Lebih mengutamakan
usaha untuk saling mendukung melakukan hal n=baik dan menyelesaikan pemasalahan
secara bersama, dan menghindari penggunaan punishment bagi yang bersalah karena
hanya bersifat sementara bahkan akan menigkatkan resiko agresi. Selain itu bagi
pasien yang tidak mampu berinteraksi baik
dengan lingkungan masyarakat, maka dapat dilakukan training untuk mengasah
kemampuan berkomunikasi dengan baik. Dan terakhir ajarkan pada pelaku agresi
untuk dapat bersikap empati dan lingkungan juga harus berempati kepadanya.